assalamu alaikum wr wb

~~INDIGO = MY NAME = NILA~~

~~GREEN = ONE OF MY FAV.COLOUR~~

~~INDIGO GREEN = INDONESIA GO GREEN~~

Minggu, 19 September 2021

TRAUMATOLOGI FORENSIK (ILMU TENTANG LUKA)


SUMBER : buku TRAUMATOLOGI FORENSIK (ILMU TENTANG LUKA). Penulis NILA NIRMALASARI. 2020. Lambung Mangkurat University Press, Banjarmasin, Indonesia. 2020

Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.Luka atau trauma adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan atau juga gangguan pada ketahanan jaringan tubuh yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, berupa  potongan atau kerusakan jaringan, dapat disebabkan oleh cedera atau operasi.

Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:

1.      Mekanik

·      Kekerasan oleh benda tajam

·      Kekerasan oleh benda tumpul

·      Tembakan senjata api

2.      Fisik

·      Suhu

·      Listrik

·      Petir

·      Auditorik

·      Radiasi

3.      Luka karena kekerasan kimiawi

·      Asam

·      Basa

·      Intoksikasi

B. Dampak Trauma

1.      Aspek medik

Konsekuensi dari luka yang di timbulkan oleh trauma dapat berupa:

1)      Kelainan fisik/organik

Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa:

a.       Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.

b.      Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu.

2)      Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu

Bentuk dari gangguan fungsi tergantung dari organ atau bagaian tubuhyang terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya fungsi organ-organ dalam.

3)      Infeksi

Kulit atau membran mukosa merupakan barier terhadap infeksi. Bila kulit atau membran tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan irritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh koman. Jenis kuman dapat berupa streptococcus, staphylococcus, echeria coli, proteus vulgaris, clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangren.

4)      Penyakit

Trauma sering dianggap sebagai faktor resiko terjadinya penyakit jantung walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi.

5)      Kelainan psikis

Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi faktor resiko bagi terjadinya kelainan mental yang spketrumnnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan factor utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latarbelakang mental dan emosi serta nilai relative bagi yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma. Secara umum dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atau organ dengan psikosis post trauma di dasarkan atas:

-          Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.

-          Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.

-          Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.

-          Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur dan fungsinya dapat mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata,tangan atau wajah.

-          Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.

-          Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.

-          Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelkaan) yang menimpanya.

2.      Aspek yuridis

Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau tidak disertai diskontuinitas permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), reckless (ceroboh) atau negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat-ringannya hukuman perlu ditentukan lebih dahulu berat ringannya luka. Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap :

1)      Kesehatan jasmani.

2)      Kesehatan rohani.

3)      Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan.

4)      Estetika jasmani.

5)      Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencarian.

6)      Fungsi alat indera.

Hubungan cedera dengan pidana

1.      Luka ringan

Pasal 352 KUHP;maksimal 3 bulan

2.      Luka sedang

a.       Pasal 351 (2) KUHP; maksimal 2 tahun 8 bulan. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

b.      Pasal 353 (1) KUHP; maksimal 4 tahun. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancamdengan pidana penjara paling lama empat tahun.

3.      Luka berat

a.       Pasal 351 (3) KUHP, maksimal 5 tahun. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun

b.      Pasal 353 (2) KUHP,maksimal 7 tahun. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

c.       Pasal 354 (1) KUHP, maksimal 8 tahun. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

d.      Pasal 355 (1) KUHP,maksimal 12 tahun. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

e.       Pasal 90 KUHP, menurut pasal ini luka berat adalah :

1.       Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau

2.       Yang menimbulkan bahaya maut

3.       Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian

4.       Kehilangan salah satu panca indera

5.       Mendapat cacat berat

6.       Menderita sakit lumpuh

7.       Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih

8.       Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan 


C.  Deskripsi luka

Deskripsi luka meliputi :

1.        Jumlah luka 

2.        Lokalisasi luka (letak luka terhadap garis koordinat pada tubuh). Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang melewati tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri)

3.        Bentuk luka, meliputi:

a.    Bentuk sebelum dirapatkan

b.    Bentuk setelah dirapatkan

4.        Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.

Sifat-sifat luka, meliputi:

a.    Daerah pada garis batas luka, meliputi:

-          Batas (tegas atau tidak tegas)

-          Tepi (rata atau tidak rata)

-          Sudut luka (runcing atau tumpul)

b.    Daerah didalam garis batas luka, meliputi:

-          Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)

-          Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terbagi oleh apa)

-          Dasar luka

c.    Daerah disekitar garis batas luka, meliputi:

-          Memar (ada atau tidak)

-          Lecet (ada atau tidak)

D. Patofisiologi Trauma

          Transmisi energi pada trauma dapat menyebabkan kerusakan tulang, pembuluh darah dan organ termasuk fraktur, laserasi, kontusi, dan gangguan pada semua sistem organ, sehingga tubuh melakukan kompensasi akibat ada trauma bila kompensasi tubuh tersebut berlanjut tanpa dilakukan penanganan akan mengakibatkan kematian seseorang. Mekanisme kompensasi tersebut adalah :

1.      Aktivasi sistem saraf simpatik menyebabkan peningkatan tekanan arteri dan vena, bronkhodilatasi, takikardia, takipneu, capillary shunting, dan diaforesis.

2.      Peningkatan heart rate. Cardiac output sebanding dengan stroke volume dikalikan heart rate. Jika stroke volume menurun, heart rate meningkat.

3.      Peningkatan frekuensi napas. Saat inspirasi, tekanan intrathoracik negatif. Aksi pompa thorak ini membawa darah ke dada dan pre-loads ventrikel kanan untuk menjaga cardiac output.

4.      Menurunnya urin output. Hormon anti-diuretik dan aldosteron dieksresikan untuk menjaga cairan vaskular. Penurunan angka filtrasi glomerulus menyebabkan respon ini.

5.      Berkurangnya tekanan nadi menunjukkan turunnya cardiac output (sistolik) dan peningkatan vasokonstriksi (diastolik). Tekanan nadi normal adalah 35-40 mmHg.

6.      Capillary shunting dan pengisian trans kapiler dapat menyebabkan dingin, kulit pucat dan mulut kering. Capillary refill mungkin melambat.

7.      Perubahan status mental dan kesadaran disebabkan oleh perfusi ke otak yang menurun atau mungkin secara langsung disebabkan oleh trauma kepala.

 

 

E. Mekanisme Luka

Tubuh biasanya mengabsorbsi kekuatan baik dari elastisitas jaringan atau kekuatan rangka. Intensitas tekanan mengikuti hukum fisika. Hukum fisika yang terkenal dimana kekuatan = ½ masa x kecepatan. Sebagai contoh, 1 kg batu bata ditekankan ke kepala tidak akan menyebabkan luka, namun batu bata yang sama dilemparkan ke kepala dengan kecepatan 10 m/s menyebabkan perlukaan.

Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. kekuatan dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih kecil menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara dengan energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin bahkan tidak menimbulkan memar.

Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target jaringannya. Contohnya, kekerasan penekanan pada ledakan mungkin hanya sedikit perlukaan pada otot namun dapat menyebabkan ruptur paru atau intestinal, sementara pada torsi mungkin tidak memberikan efek pada jaringan adiposa namun menyebabkan fraktur spiral pada femur.

 

F. Klasifikasi

Jenis trauma berdasarkan etiologi :

1.    Trauma tumpul

Benda-benda yang dapat mengakibatkan trauma tumpul adalah benda yang memiliki permukaan tumpul, contohnya batu, kayu, martil, kepalan tangan, bola, jatuh dari tempat yang tinggi, kecelakaan lalu lintas.

Jenis luka yang dapat diakibatkan trauma tumpul:

a.       Luka memar (kontusion)

b.      Luka lecet (abratio)

c.       Luka robek (laceratum)

d.      Patah tulang

 

a.      Luka memar

Memar adalah cedera yang disebabkan benturan dengan benda tumpul yang mengakibatkan pembengkakan pada bagian tubuh tertentu karena keluarnya darah dari kapiler yang rusak ke jaringan sekitarnya tanpa ada kerusakan kulit

Bentuk dan luas luka dipengaruhi kuat benturan, alat atau benda penyebab, keadaan jaringan, umur, kelamin, dan kondisi tubuh seseorang. Akibat trauma pada orang sehat dan berotot kuat tentu berbeda dengan orang biasa, apalagi pada orang yang tidak sehat.

Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti didaerah mata, leher atau pada orang yang lanjut usia., maka luka memar yang tampak sering kali tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti sering kali lebih luas dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah , berdasarkan gravitasi.

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah dibawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan gangren dan kematian jaringan. Yang ketiga memar dapat menjadi tempat media berkembangbiak kuman. Kematian jaringan dengankekurangan atau ketiadaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.

Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel-sel lemak, cairan lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.

Tanda-tanda luka memar adalah:

§  Kulit kelihatan merah kebiru-biruan dan lama-kelamaan kehijauan kemudian coklat dan akhirnya kuning lalu hilang setelah sembuh

§  Pada penyembuhan 1-4 minggu

b.      Luka lecet (abrasio)

Luka lecet adalah luka pada kulit yang superfisial dimana epidermis bersentuhan dengan benda yang kasar permukaannya.

Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan yaitu:

§  Arah dimana epidermis bergulung

§  Hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang menganiaya.

Tanda-tanda dari luka lecet adalah:

·      Kerusakan hanya sebatas epidermis

·      Warna coklat kemerahan

·      Permukaan tidak rata

·      Sebagian atau seluruh epidermis hilang

Sesuai dengan mekanisme terjadinya luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai:

1)   Luka lecet geser

Luka jenis ini diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan kulit yang menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi.

2)   Luka lecet serut

Merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar

3)   Luka lecet tekan

Luka yang disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit

Aspek medikolegal dari luka lecet ini antara lain:

a)      Menunjukkan adanya kekerasan

b)      Bentuk alat yang digunakan

c)      Bekas cakaran

d)      Bentuk gigitan

 

c.       Luka Robek

Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit

Ciri-ciri luka robek:

·      Bentuknya tidak teratur

·      Pinggirnya tidak rata

·      Bengkok

·      Sering kotor (sesuai dengan benda penyebab)

·      Perdarahan tidak banyak (dibanding luka sayat)

·      Terdapat jembatan jaringan diantara kedua tepi luka

·      Rambut terbenam dalam luka

·      Sering disertai luka memar dan lecet

Luka robek bisa sangat hebat sehingga terjadi perdarahan yang fatal. Luka didaerah jaringan berlemak dapat menyebabkan emboli lemak pulmonum maupun sistemik, perdarahan organ dalam bisa terjadi segera, tetapi dapat juga tertunda beberapa hari kemudian (pada luka robek yang tidak komplit). Yang akan memperlemah daya tahan jaringan tersebut sehingga suatu saat jebol dan dapat menimbulkan perdarahan yang fatal

 

Aspek medikolegal dari luka robek adalah:

·      Menentukan arah trauma

·      Menentukan kuat trauma

·      Menentukan penyebab trauma

·      Menentukan secara kasar benda penyebab dari luka tersebut

 

d.      Patah tulang

Pada trauma tumpul yang kuat dapat terjadi patah tulang. Pada anak-anak dan orang muda tulang masih lentur dan dapat menyerap tekanan yang berat misalnya dinding mobil, pada anak-anak dapat menyebabkan hancurnya organ dalam tanpa patah tulang iga. Pecahnya tulang dapat menunjukkan arah trauma. Patah tulang dapat menimbulkan perdarahan luar dan perdarahan dalam.

Yang paling bahaya adalah trauma tumpul pada tulang kepala, karena dapat terjadi perdarahan epidural, subdural, subarachnoid, dan inraserebral.

Akibat yang ditimbulkan patah tulang:

§  Menimbulkan rasa nyeri dan gangguan fungsi

§  Emboli pulmonum atau emboli otak oleh karena sel-sel lemak memasuki sirkulasi darah, biasanya terjadi pada fraktur tulang-tulang panjang

§  Perdarahan ekstradural terjadi karena robeknya arteri meningea media yang berada pada bagian dalam tempurung kepala

 

2.    Trauma tajam

Trauma tajam adalah luka yang diakibatkan karena bersentuhan dengan benda tajam. Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka akibat tembakan senjata api. Beda luka akibat trauma trauma tumpul dengan luka akibat trauma tajam, yaitu:

Tabel 1.2. Perbedaan trauma tumpul dan trauma tajam

No

Dinilai dari

Trauma tumpul

Trauma tajam

1.

Bentuk luka

Tidak teratur

Teratur

2.

Tepi luka

Tidak rata

Rata

3.

Jembatan jaringan

Ada

Tidak ada

4.

Rambut

Tidak ikut terpotong

Ikut terpotong

5.

Besar luka

Tidak teratur

Beberapa garis/titik

6.

Sekitar luka

Ada luka lecet/memar

Biasanya bersih

 

Didalam ilmu kedokteran kehakiman, luka yang diakibatkan benda tajam yang banyak dijumpai dan terdapat dalam 3 bentuk yaitu:

a.     Luka iris (inciseal wound)

b.    Luka tusuk (puncture wound)

c.     Luka bacok (chopped wound)

 

a.    Luka Iris (inciseal wound)

Luka iris adalah luka yang diakibatkan karena alat untuk memotong dengan mata tajam dengan cara menekan dan menggeser pada permukaan kulit, tenaga menggeser lebih besar daripada tenaga menekan. Contoh benda tajam: pisau, pecahan kaca.

Ciri-ciri luka iris yaitu:

·      Panjang luka lebih besar daripada dalamnya luka

·      Tepi luka tajam dan rata, pada lipatan kulit tepi luka tajam dan berliku-liku

·      Ujung luka runcing

·      Rambut ikut teriris

·      Tidak ada jembatan jaringan

Luka sayat tidak begitu berbahaya, kecuali luka sayat mengenai pembuluh darah yang dekat ke permukaan seperti dileher, siku bagian dalam, pergelangan tangan, dan lipat paha.

Luka iris pada percobaan bunuh diri:

§  Lokasi pada tempat tertentu, antara lain:leher, pergelangan tangan, perut,dan lekuk lutut, irisan leher biasanya tidak sampai ruas belakang tulang leher

§  Terdapat luka iris yang sejajar, pertama dangkal dinamakan irisan percobaan, kemudian timbul keberanian untuk mengiris lebih dalam

§  Pakaian biasanya disingkirkan sebelum melakukan irisan

§  Tidak ditemukan luka tangkisan

§  TKP rapi tidak porak poranda

Usia luka sayat diperkirakan sebagai berikut:

§  Masih segar

Darah masih ada, daerah tepi luka masih segar, hematom ada

§  12 jam

Pinggir luka merah, bengkak serta ada perlengketan darah dan cairan limfe

§  24 jam

Lapisan epidermis kulit menutupi permukaan luka, diatasnya terdapat terdapat krusta (kropeng) yang merupakan bekuaan darah

§  36 jam

Mulai terbentuk jaringan kapiler

§  48-72 jam

Sel epidermis semakin tumbuh kedalam luka yang nantinya akan akan membentuk jaringan penyambung

§  3-5 hari

Bersamaan dengan pembuluh darah baru juga terbentukjaringan fibrin, pembuluh darah yang terbentuk menunjukkan penebalan dari obliterasi

§  1-2 minggu

Jaringan parut mulai terbentuk

 

b.   Luka tusuk

Luka tusuk adalah luka yang disebabkan oleh karena alat dengan ujung-ujung runcing, mata tajam atau tumpul atau alat denganujung runcing dengan penampang bulat,segitiga dengan cara menusukkan sehingga masuk ke dalam jaringan tubuh. Contohnya pisau, keris, pecahan kaca, kikir dengan penampang bulat, segitiga, obeng,dll.

Luka tusuk ada 2 jenis yaitu:

a). Penetrasi

Pada luka inibenda menyebabkan penetrasi yang merobek kulit dan jaringan yang lebih dalam, lalu masuk ke rongga tubuh, seperti pada rongga thorax, abdomen, dll.

Dengan demikian bahwa luka hanyalah tempat masuk

          b). Perforasi

Jika luka merobek jaringan tubuh manusia sampai menembus dari satu     sisi ke sisi lainnya.

Penyebab kematian pada luka tusuk adalah:

§ Cedera pada oragan vital tubuh

§ Perdarahan dari pembuluh darahyang mengenai cedera

§ Infeksi

Penyebab kematian yang paling adalah cedera organ vital tubuh

Ciri-ciri luka tusuk:

1)      Kedalaman luka lebih besar dibandingkan panjang antara lebarnya

2)      Tepi luka tajam atau rata

3)      Rambut terpotong pada sisi tajam

4)      Sekitar luka terkadang ada luka memar (contission), ekimosis karena tusukan sampai mengenai tangkai pisau

5)      Sudut luka tajam namun kurang tajam pada sisi tumpul

 

c.    Luka bacok (chopped wound)

Luka bacok adalah luka yang diakibatkan senjata tajam yang berat dan diayunkan dengan tenaga akan menimbulkan luka menganga, misalnya karena kapak,pedang, arit,golok.

Luka ini sering sampai ke tulan, bentuknya hampirsama dengan luka sayat tetapi dengan derajat luka yang lebih berat dalam. Luka terlihat terbuka lebar atau ternganga, perdarahan sangat banyak dan sering mematikan.

Ciri-ciri luka bacok

1)      Kedalaman bacok biasanya besar

2)      Tapi luka bacok tergantung pada mata senjata

3)      Hampir selalu mengakibatkan kerusakan pada tulang

4)      Kadang-kadang memutuskan tubuh yang terkena bacokan

5)      Disekitar luka dapat ditemukan luka memar (contusio) atau luka lecet (abrasio)


3.    Luka tembak

Ciri-ciri utama dari luka tembak adalah

a.      Luka tembak masuk

·      Jika hanya terdapat =satu luka tembak yaitu luka tembak masuk, hal itu menunjukkan bahwa peluru masih terdapat di dalam tubuh. Pada kasus demikian maka peluru harus diambil oleh ahli bedahdan pelurunyadiserahkan ke laboratorium forensik. Lokasi peluru dengan tepat dapat diketahui dengan pemeriksaan sinar-X

·      Luka tembak masuk biasanya lebih kecil dibanding pelurunya. Hal ini disebabkan sifat elastis kulit.

·      Bentuk luka adalah bulat jika peluru menembus kulit pada posisi tegak lurus. Jika peluru menembus kulit dengan membentuk sudut maka bentuk menjadi lonjong

·      Pinggiran lukamenekuk ke arah dalam dan terdapat memar

·      Jika tembakan dilakukakan dari jarak dekat, luka tembak masuk cukup besar dan pinggiran lukamelekuk ke arah luar

·      Pada luka mungkin terdapat sisa-sisa pakaian yangdikenakan korban, atau sisa bubuk mesiu yang tidak tebakar

·      Kulit disekitarnya ada yang hangus dan seperti kulit di tatto

b.      Luka tembak keluar

·      Ukuran lukanya lebih besar daripada luka tembak masuk

·      Pinggiran luka tercabik-cabik atau robek dan melekuk kearah luar

·      Tidak adanya luka tembak keluar dapat dijelaskan berdasarkan keterangan dibawah ini

1)      Peluru mungkin keluar melalui luka tembak masuk karena berbenturan dengan tulang yang keras

2)      Peluru mungkin dibatukkan keluar

3)      Peluru hilang melalui feses

4)      Peluru tertahan di dalam jaringan tubuh

·      Tidak terdapat bagian kulit hangus atau seperti tatto pada kulit disekitarnya

Faktor-faktor yang mempengaruhi cedera akibat senjata api,yaitu:

a.       Jenis peluru

§  Peluru yang besar mengakibatkan kerusakan yang lebih parah

§  Luka akibat peluru yang bulat lebih besar dibandingkan jika pelurunya berbentuk kerucut

§  Peluru berbentuk kerucut lebih sedikit menyebabkan laserasi jaringan dibandingkan peluru yang bulat. Luka yang ditimbulkan lukanya seperti luka tusuk

§  Peluru modem yang dibungkus dengan besi merupakan peluru yang bentuknya kerucut memanjang. Peluru ini menembus tubuh dan keluar tanpa mengalami defleksi. Dalam hal ini maka cedera yang terjadi pada luka tembak masuk dan luka tembak keluar hampir sama ukuran dan bentuknya melingkar seperti ini cepat sembuh

§  Peluru yang bentuknya tidak teratur mengakibatkan bentuk luka yang tidak beraturan, laserasi jaringan dan ukuran yang bermacam-macam.

b.      Kecepatan peluru

Peluru dengan kecepatan tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

§  Lubang luka pinggirannya bagus, dengan pinggiran yang mengarah keluar

§  Menembus jaringan tubuh

§  Arah peluru tidak berubah walaupun membentur tulang

§  Sisa mesiu bentuknya tidak jelas dan tidak teratur

Peluru yang kecepatannya rendahmempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

§  Terdapat memar pada luka tembak masuk

§  Arah jalan peluru mudah berubah

§  Karena peluru mungkin tertanam didalam tubuh korban. Mungkin tidak terdapat luka tembak keluar

§  Gambaran sisa mesiu cenderung mengalami distribusi yang merata dan jelas

c.       Jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan

§  Jika senjata ditembakkan pada jarak yang sangat dekat atau menempel dengan kulit

1)      Jaringan subkutan 5-7,5 cm disekitar luka tembak yang masuk mengalami laserasi

2)      Kulit disekitar luka terbakar atau hitam karena asap. Kelim tatto terjadi karena bubuk mesiu senjaata yang tidak terbakar

3)      Rambut disekitar luka hangus

4)      Pakaian yang menutupi luka terbakar karena percikan apidari senjata

5)      Walaupun jarang bisa ditemukan bercak berwarna abu-abu atau putih disekitar luka. Hal ini terjadi jika bubuk mesiu tidak berasap dan tidak terdapat bagian kehitaman pada kulit

§  Tembak jarak dekat

1)      Jarak antara 30-45 cm

2)      Ukuran luka jarak lebih kecil dibandingkan peluru

3)      Warna luka dan kelim tatto lebih luas disekitar

4)      Tidak ada luka bakar atau kulit yang hangus

§  Tembak jarak jauh

1)      Jaraknya adalah diatas 45 cm

2)      Ukuran luka jauh lebih kecil dibandingkan peluru

3)      Kehitaman atau kelim tatto tidak ada

4)      Bisa tampak kelim lecet . Jika perlu menyebabkan gesekan pada lubang tampak masuk dan menyebabkan lecet, maka disebut kelim lecet.

 

G. Waktu terjadinya kekerasan 

Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan penuntutan oleh penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk penentuan keputusan oleh hakim. Dalam banyak kasus informasi tentang waktu terjadinya kekerasan akan dapat digunakan sebagai bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal, teerutama yang berkaitan dengan alibi seseorang. Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorsng dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak pidana ia berada di tempat yang jauh dari tempat kejadian perkara. Dengan melakukan pemeriksaan yang teliti akan dapat ditentukan :

-          Luka terjadi ante mortem atau post mortem

-          Umur luka

A.    Luka ante mortem atau post mortem

 Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu terjadi sebelum atau sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya tanda-tanda intravital. Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula sebaliknya. Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukkan bahwa : 

1.      Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma. 

Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika terjadi trauma antara lain :

a.       Retraksi jaringan

Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan kemudian mengkerut sambil menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka bentuk luka tidak begitu menganga.

b.      Retraksi vaskuler.

Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :
1. Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa: Eritema (kulit berwarna kemerahan), Vesikel atau bulla.
2. Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa : Kontusio atau memar.

c.       Reaksi mikroorganisme (infeksi)

Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut akan terjadi aktivitas biokimiawi berupa :
 Kenaikan kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma). Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit sesudah trauma). Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari mekanisme pertahanan jaringan.

2.      Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma. Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan berfuungsi ketika terjadi trauma maka tanda-tandanya antara lain :

 

a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)

1)      Perdarahan Internal

Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang banyak sebab jantung masih bekerja terus-menerus memompa darah lewat luka. Berbeda dengan trauma yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh gravitasi dan luka tidak banyak.

2)      Perdarahan Eksternal

Mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut, rongga panggul, rongga dada, rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur pada otopsi. Darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda-tanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.

b. Emboli udara

Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial (sistemik). Emboli udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak mengalami kolap karena terfiksir dengan baik, seperti misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-paru sehingga dapat mengganggu fungsinya. Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada penderita foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotorak artifisial atau karena luka-luka yang menembus paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak.

c. Emboli lemak

Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemak atau trauma yang mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya jaringan jaringan lemak akan mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju daerah paru-paru.

 

 

d. Pneumotorak

Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka, sementara paru-paru itu sendiri tetap berfungsi maka luka berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi. Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang pada akhirnya akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi kolaps.

e. Emfisema kulit

Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan   menusuk pau-paru maka pada setiap ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi akan terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah orang meninggal.

 

H. Umur Luka

Untuk mengetahui kapan kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka. Tidak ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan (baik pada korban hidup atau mati) dilakukan mengingat adanya faktor individual, penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu dengan melakukan :

1.    Pemeriksaan makroskopik

     Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka tersebut. Pada korban hidup, perkiran dihitung dari saat trauma sampai saat diperiksa dan pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiannya. Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan dengan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula akan terlihat pembengkakan akibat ekstravasai dan inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari warna tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan. Pada luka robek atau terbuka dapat diperkirakan umurnya dengan mengamati perubahan-perubahannya. Dalam selang waktu 12 jam sesudah trauma akan terjadi pembengkakan pada tepi luka. Selanjutnya kondisi luka akan didominasi oleh tanda-tanda inflamasi dan disusul tanda penyembuhan.

2.    Pemeriksaan mikroskopik

     Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berari guna bagi penentuan intravitalitas luka, juga dapat menentukan umur luka secara lebih teliti dengan mengamati perubahan-perubahan histologiknya.

     Menurut Walcher, Robertson dan hodge, infiltrasi perivaskular dari lekosit polimorfnuklear dapat dilihat dengan jelas pada kasus dengan periode-periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel lekosit mungkin dapat lebih dini lagi, bahkan beberapa menit sesudah trauma.

Pada trauma dengan iinflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncaknya dalam waktu 48 jam.

Epitelisasi baru terjadi hati ketiga, sedang sel-sel fibroblas mulai menunjukkan perubahan reaktif sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat proliferasi tersebut serta pembentukan kapiler-kapiler baru sangat variatif, biasanya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk sesudah 3 hari. Serabut kolagen yang baru juga mulai terbentuk 4 atau 5 hari sesudah trauma.

Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan parut tampak pada akhir minggu pertama. Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktivitas sel-sel epitel dan jaringan di bawahnya mengalami regresi. Akibatnya jaringan epitel mengalami atrofi, vaskularisasi jeringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-serabut kolagen. Sampai beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut elastis masih lebih banyak dari jaringan yang tidak kena trauma.

Perubahan histologik dari luka sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi karena infeksi akan menghambat proses penyembuhan luka.

3.    Pemeriksaan histokemik

     Perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat trauma adalah akibat dari fenomena fungsional yang sejalan dengan aktifitas enzim, yaitu protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi biologik.

     Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat dilihat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan menambahkan zat-zat tertentu. Mula-mula luka atau bagian dari luka dipotong dengan menyertakan jaringan di sekitarnya, kira-kira setengah inci. Separo dari potongan itu difiksasi dengan mengunakan formalin 10% di dalam refrigerator dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam untuk membuktikan adanya aktifitas esterase dan fosfatase. Separonya lagi dibekukan dengan isopentane dengan menggunakan es kering guna mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan aminopeptidase. Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini setengah jam setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam, sedang peningkatan acid phosphatase alkali phophatase sesudah 4 jam.

4. Pemeriksaan biokemik

     Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang ditunjukkan masih memerlukan waktu yang relatif panjang, yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang sering terjadi, korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik. Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium awal trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah diplubikasikan pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan histamin bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus gantung. Oleh peneliti lain kenaikan histamin terjadi 20-30 menit sesudah trauma, sedang serotonin naik setelah 10 menit.

 

I. Cedera Karena Komplikasi Medis

Banyak orang meninggal karena cedera traumatik segera setelah cedera terjadi, sering kali dalam hitungan menit atau jam setelah cedera. Namun sebagian meninggal setelah beberapa periode lamanya, dapat berhari-hari atau minggu hingga bulanan, dan bahkan tahunan setelah terjadi cedera. Jika kematian seseorang dapat dinyatakan oleh cedera tersebut, maka cedera tersebut harus dipertimbangkan sebagai penyebab utama kematian. Hal ini memiliki pertimbangan penting dari perspektif sertifikat kematian. Komplikasi medis yang terjadi setelah cedera tersebut juga dapat dihubungkan dengan proses perjalanan penyakit. Pada kondisi tersebut, penting untuk membuat sertifikat kematian korban dengan pertimbangan kondisi atau cedera yang menyebabkan tahapan perjalanan penyakit yang mengakibatkan komplikasi medis dan kematian pada korban tersebut.  Pembunuhan, ketidaksengajaan, atau bunuh diri dapat dengan mudah terlewatkan jika kita tidak mencari apa yang mengakibatkan komplikasi.  Walaupun trauma itu sendiri memberikan pengaruh pada tubuh, seringkali pengaruh tersebut tetap terus berjalan selama periode penyembuhan, khususnya jika cedera berat dan periode penyembuhan lama. Cedera berat yang memerlukan terapi pembedahan dan alat medis penunjang seperti respirator mekanis serigkali disertai dengan respon tubuh terhadap trauma dan usaha penyembuhannya. Suatu saat kita akan menemukan  korban dengan respon penyembuhan yang beragam dan kompliaksi pada seseorang yang meninggal selama usaha penyembuhan dari cedera traumatik. Hal ini tidak berarti seluruh komplikasi yang terjadi memiliki hubungan dengan cedera, namun lebih kepada bahasan singkat mengenai kondisi yang sering terjadi.

1.      Infeksi

Infeksi merupakan komplikasi yang umum pada cedera dan menyebabkan morbiditas dan/ atau mortalitas yang serius. Walaupun pneumonia lebih jarang terjadi dibandingkan infeksi luka lokal dan infeksi saluran kemih, pneumonia memiliki hubungan yang lebih besar dengan angka mortalitas. Faktor-faktor yang menjadi predisposisi pneumonia adalah imobilitas/ hipomobilitas, atelektasis, ventilasi mekanik, aspirasi, dan sepsis, dan yang lebih jarang adalah abses intra abdomen atau jaringan lunak. Resiko infeksi meningkat dengan prosedur invasif dan pemasangan kateter dan selang seperti kateter Foley.

Limfa merupakan organ imunitas yang penting. Jika limfa yang cedera diangkat, tubuh akan lebih mudah mengalami infeksi, khususnya oleh organisme berkapsul. Sepsis postsplenektomi dapat menjadi komplikasi bedah pengangkatan limfa yang cedera selama berbulan-bulan hingga tahunan setelah cedera. Seringkali hal ini terjadi dengan bakteri seperti Streptococcus pnemoniae dan meningococcus. Keadaan postsplenektomi juga menunjukkan peningkatan insiden infeksi virus dan infeksi organisme tidak berkapsul.

2.      Koagulasi/ koagulopati Intervaskular Diseminata (DIC)           

Hemostasis merupakan proses kompleks yang berhubungan dengan fluiditas dan pembekuan darah. Trauma mempengaruhi berbagai kandungan jaringan, platelet, dan protein koagulasi, menyebabkan defek sistem platelet, pembekuan, dan fibrinolitik. Kelainan koagulasi yang disebabkan oleh trauma ditunjukkan dengan penurunan kemampuan pembekuan dalam darah. Hal ini disebabkan oleh beragam faktor, beberapa belum diketahui. Dengan sejumlah besar kehilangan darah dan pergantian darah yang luas, seseorang akan menjadi trombositopenia dan kehilangan faktor koagulasi alin. Selain itu juga menjadi hipotermi, intoksikasi alkohol, dan berbagai kelainan elektrolit seperti penurunan keeefektifan koagulasi darah.

            Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) adalah suatu kondisi di mana tubuh dengan cepat menggunakan (mengkonsumsi) sejumlah faktor koagulasi, dan akhirnya terjadi penurunan kemampuan pembekuan darah. DIC dapat terjadi pada pasien dengan sejumlah kerusakan jaringan dan nekrosis, seperti shock, terbakar, dan trauma, dan juga pada sepsis dan keganasan. DIC juga dapat terjadi pada seseorang dengan tekanan non spesifik yang berat. DIC diketahui menjadi komplikasi trauma cedera kepala berat. Otak memiliki konsentrasi tromboplastin jaringan tertinggi, menyebabkan koagulasi, menggunakan berbagai faktor pembekuan. Terdapat hubungan langsung antara derajat keparahan cedera kepala dengan terjadinya DIC. Oleh karena itu, ingatlah bahwa ketika seseorang dengan cedera kepala meninggal, koagulopati bersifat sekunder dan koagulopati tidak terjadi sebelumnya.   

3.      Sindroma Distres Respiratori Akut (ARDS)/ Kerusakan Alveolar Difus

Sindroma distres respiratori akut (atau dewasa) (ARDS) adalah penyebab terpenting kegagalan respiratori pada pasien bedah segala umur. ARDS memiliki ciri bukti klinis kegagalan respiratori dengan cedera kapiler alveolar difus. Termasuk juga kehilangan integritas membran kapiler alveolar dengan hasil peningkatan permeabilitas mikrovaskular dan bocornya protein plasma ke dalam interstisial, atelektasis, hipoventilasi, shunting, dan hipoksemia. ARDS bersifat non spesifik dan menunjukkan respon cedera akut paru, entah karena trauma, endotoksin, atau penyebab lain yang diikuti respon inflamasi. Walaupun onset ARDS umumnya cepat, resolusi dari ARDS biasanya lambat, dengan penyembuhan (jika penyembuhan terjadi) selama beberapa hari hingga mingguan. Seseorang dengan ARDS sering mengalami pneumonia sekunder dan sepsis. Sepsis dapat dianggap sebagai faktor predispsosisi paling umum pada ARDS, dan faktor lain seperti penyalahgunaan alkohol, penyakit paru kronis, dan ventilasi mekanik.

Pada otopsi seseorang dengan ARDS awal, paru berwarna merah darah/ marun, bengkak, dan berat, dengan berat gabungan biasanya lebih dari 200 gr. Pada seseorang yang bertahan hidup setelah beberapa hari atau minggu, paru menjadi keras dan menyatu secara difus dan mungkin mirip seperti jaringan liver. Potongan ujung jaringan paru biasanya tetap memepertahankan bentuknya, tidak bersekret atau jatuh seperti yang biasa didapat pada edem dan pembengkakan paru. Dalam fase akut (beberapa hari atau lebih), mikroskopi paru akan menunjukkan edem alveolar dan interstitial, neutrofil, darah alveolar, dan bentukan membran hialin eusinofil. Membran hialin muncul dari kondensasi protein plasma yang bocor ke dalam ruang alveolar setelah cedera sawar endothelial-epitelial. Setelah fase akut, jaringan berlanjut menjadi fase organisasi, ditunjukkan pertama dengan hiperplasia pneumosit dan kemudian diikuti proliferasi fibroblastik dan inflamasi interstitial kronis. Stadium penyembuhan kronis utamanya diisi oleh fibrosis dan inflamasi kronis dan mungkin bisa dijelaskan sebagai “fibrosis interstitial.” Komplikasi lain pada sistem pulmoner antara lain atelektasis, aspirasi, edem pulmo neurogenik, dan pemanjangan keperluan alat ventilator. Pemanjangan waktu penggunaan ventilasi mekanik dapat mengakumulasikan sejumlah besar mukus di jalan nafas dan mukus yang besar dapat menyebabkan sumbatan aliran udara.

4. Trombosis Vena Dalam (DVT) / Tromboemboli Arteri Pulmoner

Tiga faktor predisposisi utama untuk berkembangnya trombi vaskular adalah hiperkoagulabilitas, vena stasis, dan cedera vaskular (trias Virchow). Pasien yang trauma cenderung berkembang menjadi trombosis vena dalam, khususnya pada fraktur ekstermitas bawah. Walaupun terdapat banyak cara profilaksis, termasuk antikoagulan, saringan vena cava, dan alat penekanan/ stoking atau terapi kompresi di kaki, tidak selalu dapat digunakan pada pasien tertentu. Trombosis vena dalam dapat berkembang secara diam-diam dan dengan cepat pecah, terbawa ke paru dan menyebabkan emboli paru dan kemudian menyebabkan kematian mendadak.

Ketika  tromboemboli arteri pulmoner terdeteksi, diseksi kaki harus dilakukan untuk mencari trombosis vena dalam. Ketika melakukan diseksi trombi vena, akan ada kemungkinan ditemukan kontusio, fraktur, atau cedera lain di kaki. Walaupun insisi dan diseksi kaki paling mudah dilakukan dengan posisi badan pronasi, namun prosedur ini juga bisa dilakukan dengan posisi supinasi. Dengan teknik ini, insisi dibuat dalam aspek medial kaki bawah dari engkel melalui fosa poplitea, atau lebih proksimal, jika perlu. Setelah kulit dan jaringan subkutan ditemukan, tendon Achilles dipotong, dan otot kaki bawah ditarik naik (menuju kepala) sepanjang permukaan kulitnya. Insisi horizontal kemudian dapat dilakukan pada otot yang tampak dan pada vena dalam yang berjalan di sepanjang tibia dan fibula. Trombosis vena akan menonjol keluar pada jarak yang dekat dengan permukaan otot yang dipotong seperti membentuk bekuan darah silinder yang mempertahankan bentuknya. Trombosis yang telah terjadi selama waktu yang lama dan memiliki jaringan fibrosis biasanya akan tetap berada di tempatnya dan memiliki penampakan berwarna coklat. Bekuan darah postmortem bersifat lembut, marun, liquid secara parsial, dan mungkin kering dari jaringan.

5.      Nekrosis Tubular Akut

Nekrosis tubular akut merupakan penemuan patologis paling sering pada kasus gagal ginjal dan paling sering disebabkan dari iskemia parenkim ginjal. Pemeriksaan histologi akan menunjukkan gambaran debris selular menyumbat tubulus dan nekrosis sel epitel tubular. iGagal ginjal akut pada pasien bedah biasanya membawa prognosis buruk karena sering terjadi bersama dengan kegagalan sistem organ lain.

6.      Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen adalah kondisi di mana otot yang cedera bengkak, meningkatkan tekanan di daerah ruang jaringan tertutup, menyebabkan bahaya sirkulasi pada otot dan nervus yang terkait. Biasanya, hal ini terjadi dengan kompartemen fasial di kaki bawah, namun juga dapat terjadi di lengan, panggul, tangan, dan bokong. Di kaki, sindrom kompartemen dapat terjadi setelah fraktur tibia, gabungan cedera arteriovenosus lutut, kontusio otot yang berat, atau tekanan dalam waktu lama. Dikenal juga sindrom kompartemen abdomen dan dapat menyebabkan insufisiensi respiratori dan iskemia isi abdomen. Penyebab umum sindrom kompartemen antara lain fraktur dengan perdarahan, luka bakar, dan juga gigitan ular serta cedera listrik. Sindrom kompartemen yang tidak diobati akan menyebabkan nekrosis otot dan jaringan lain.

7.      Emboli Lemak

Emboli lemak harus dipertimbangkan pada pasien trauma yang mengalami takipnu, dispnu, dan konfusio selama beberapa jam hingga beberapa hari setelah cedera. Juga ada kemungkinan terdapat ptekie di dada, aksial, dan konjungtiva. Uji laboratorium juga mengindikasikan trombositopenia. Walaupun emboli lemak biasanya disebabkan oleh fraktur pelvis atau tulang panjang seperti femur, dengan sum-sum (juga lemak) tertekan ke dalam sirkulasi melalui robekan pembuluh draah, emboli juga dapat terjadi tanpa didahului fraktur di mana jaringan lemak menjadi seperti bubur dan terdorong ke dalam pembuluh darah yang robek. Selain karena kejadian mekanik, emboli lemak juga dapat bersifat fisiologis karena perubahan biokimia yang berhubungan dengan syok dengan presipitat lipid plasma ke dalam lemak. Pada sebagian besar kasus sindrom emboli lemak, terdapat kombinasi antara faktor mekanik dan biokimia pembentukan embolus lemak. Emboli lemak dapat terjadi pada luka bakar, infeksi berat, dan sedot lemak. Emboli lemak pada arteri pulmoner dapat dengan mudah terlewatkan, namun pewarnaan seperti tinta minyak merah O pada jaringan segar/ beku dan tetroxide osmium pada jaringan terfiksasi dapat mewarnai lemak intravaskular.

8.      Fasiitis yang Mengalami Nekrosis

Fasiitis yang nekrosis merupakan sebuah infeksi fasia yang meluas sepanjang fasia dan dapat menyebabkan gangren kulit dan/ atau otot karena pembuluh darah yang memperdarahi daerah tersebut dipengaruhi trombosis. Biasanya terjadi di ekstermitas, selangkangan, dan abdomen, walaupun tampaknya semua daerah tubuh dapat terpengaruh. Dapat terjadi dengan lambat, dan tanda awal dapat berupa edem atau selulitis. Toksisitas sistemik dapat memiliki onset cepat.

9.      Stres Ulkus Fisiologis (Ulkus Cushing, Ulkus Curling)

Ulkus dapat terjadi di mukosa lambung pada pasien yang sakit kritis dan berkembang pada keadaan stress fisiologis berat. Istilah ulkus stress, tidak seperti ulkus peptik, bukan merupakan penyakit primer, namun lebih berupa suatu manifestasi suatu penyakit dan paling sering terjadi di tubuh dan lambung. Stres ulkus dipercaya disebabkan oleh gabungan faktor fisiologi berupa penurunan aliran darah, cedera hipoperfusi/ reperfusi, dan koagulopati. Syok dipercaya menyebabkan iskemik mukosa lambung dan ketika digabungkan dengan asam lambung serta isi duodenal yang mungkin, dapat menyebabkan ulkus akut selama 2 sampai 3 hari. Banyak pasien yang mengalami perkembangan stres ulkus telah mengalami ventilasi mekanik selama lebih dari 2 hari. Resiko berkembangnya ulkus dengan perdarahan gastrointestinal spesifik meningkat dengan keparahan penyakit, selama ventilasi mekanik, dan lamanya berada di ICU. Ulkus Cushing juga terjadi setelah cedera kepala atau pembedahan dan ulkus dalam di esofagus, lambung, atau duodenum tidak memerlukan syok atau sepsis untuk perkembangannya. Ulkus Curling adalah ulkus stress duodenum atau lambung dengan cedera luka bakar luas.

10.  Edema Pulmoner Neurogenik

Edema pulmoner neurogenik (NPE) merupakan keadaan di mana terjadi peningkatan cairan interstisial atau alveolar paru yang terjadi pada pasien yang mengalami kelainan sistem saraf pusat, paling sering terjadi pada cedera kepala berat yang akut, perdarahan intraserebral dan perdarahan subararachnoid. Secara definisi, seseorang yang mengalami perkembangan NPE tidak memiliki hipervolemia atau kelainan jantung atau paru yang lain. Secara klinis, NPE menunjukkan onset cepat kongesti, hemoragik alveolar, dan eksudat kaya protein. Etiologi dan patogenesis NPE masih belum diketahui, namun terdapat teori terjadi perkembangan dari discharge simpatik masif yang membuat peningkatan resistensi vaskular perifer yang bermakna, yang kemudian merubah darah sentral ke dalam vaskularisasi pulmoner. Peningkatan tekanan di kapiler pulmoner dan venula biasanya akan menyebabkan kerusakan strukutur dan merubah permeabilitasnya.

11.      Abdomen Terbuka

Pada pembedahan abdomen darurat karena trauma, biasanya jarang dokter bedah meninggalkan abdomen terbuka setelah prosedur operasi selesai. Alasan untuk tidak menutup abdomen bervariasi, namun biasanya adalah tidak dapat menutup abdomen secara fisik dan juga untuk membiarkan penyembuhan dengan tujuan sekunder. Setelah cedera trauma tumpul yang berat, khususnya setelah resusitasi carian kristaloid berliter-liter dan darah, jaringan intestinal, mesentrika, dan retroperitoneal dapat membengkak secara luas dan menghalangi pendekatan fisik  pembedahan. Jika irisan pembedahan dipaksa didekatkan dengan kencang, hasilnya akan meningkatkan tekanan intraabdominal dan biasanya menurunkan aliran darah ginjal, hepatika, dan intestinal. Abdomen yang kencang juga dapat menyebabkan gangguan respiratori dengan membatasi pengembangan diafragma dan juga menyebabkan nekrosis fasial. Selain itu, jika terdapat banyak tumpahan material fekal atau kontaminasi lain di abdomen, insisi bedah harus dibiarkan terbuka untuk memepermudah pencucian ulang. Prosedur penutupan abdomen yang terbuka beragam sesuai dengan lokasi, paling sering berupa peletakan plastik bening membungkus secara langsung di atas perut, ditutup dengan handuk bedah, dan kemudian ditutup dengan perban bedah adhesif.

12.  Kegagalan Sistem Organ Multipel

Kegagalan sistem organ multipel (MSOF) merupakan kondisi yang menyatakan kegagalan banyak organ yang biasanya terjadi secara progresif, berjalan sendiri, dan sering berakhir dengan kematian. Paling sering dimulai dengan sistem pulmoner, kemudian diikuti secara beragam oleh sistem hepatika, gastrointestinal, dan renal. Dipercaya bahwa memiliki hubungan yang dekat dengan sepsis, karena sekitar 90% MSOF ditemukan memiliki bukti perkembangan sepsis. Kegagalan pulmoner biasanya ditunjukkan dengan ARDS, kegagalan hepatika dengan peningkatan enzim liver, kegagalan renal dengan nekrosis tubular akut, kegagalan kardiovaskular dengan vasodilatasi dan peningkatan kadiak output, kegagalan neurologi dengan koma, kegagalan gastrointestinal dengan ileus, dan onset kegagalan endokrin, metabolik, dan imunologik.